Umar cemburu. Harta yang dipersembahkannya untuk perjuangan Islam kepada Rasulullah SAW serasa tak berarti dibandingkan sepenuh harta yang di-infakkan Abu Bakar Ash Shiddiq.
Sementara Umar menyerahkah separuh dari hartanya, Rasul SAW bertanya kepada Abu Bakar ‘Adakah yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Abu Bakar menjawab ‘Aku menyisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya’. Lalu Umar berkata ‘Aku tidak pernah mengalahkan Abu Bakar dalam segala hal’ (Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin Khattab).
Pada Quran surat Al-Lail (92) ayat 17 - 18 Allah berfirman : “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari api neraka, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” Ibnu al-Jauzi mengatakan tentang ayat ini “Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar”
Berapa harta Abu Bakar ? Ibnu Umar berkata “Di awal ber-Islamnya Umar, seluruhnya 40.000 Dirham habis untuk memerdekakan budak dan menolong agama”. 40.000 Dirham itu senilai Rp 6 Milyar. Dan itu baru di awal ketika Abu Bakar yang memang bisnismen itu baru masuk Islam.
Subhanallah. Banyak hadits lain yang menceritakan betapa dermawannya Abu Bakar.
Abu Bakar dermawan karena ia memiliki banyak harta. Demikian juga Umar, yang terkenal kaya dan zuhud. Dengan harta itu mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk meraih ridlo Allah dan Rasul-Nya.
Di kisah terdahulu, kita pernah share juga kisah Abdurrahman bin ‘Auf. Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Konglomerat masa itu yang lalu lintas kabilah dagangnya melintasi negara. Ia pernah menjual tanahnya senilai 40.000 ribu dinar (Rp 56 Milyar sekarang) untuk dibagikan kepada keluarganya dari keturunan bani Zuhrah, kepada para Ummul Mukminin (istri-istri Rasul SAW) dan para fakir miskin.Beliau pernah menyumbangkan 500 kuda untuk kepentingan pasukan perang. Sebelum meninggal dunia, beliau mewasiatkan 50.000 dinar (Rp 70 Milyar) untuk kepentingan jihad di jalan Allah, 400 dinar (Rp 560 juta) untuk setiap veteran perang Badar. Ustman ibn Affan yang juga adalah sahabat yang kaya raya pun mendapatkan bagiannya. Ustman berkata “Harta kekayaan Abdurrahman bin Auf halal dan bersih. Memakannya akan membawa keselamatan dan berkah.”
Kisah-kisah diatas seharusnya memotivasi kita untuk bekerja keras dan meraih harta. Dengan kerja keras saja, pahala telah kita dapatkan. Apalagi dengan harta yang banyak dimana dari sana kita bisa berinfaq di jalan Allah, maka jauh berlipat-lipat balasannya.
Dalam kisah-kisah itu pula sebetulnya kita bisa lihat bahwa kaya bagi seorang Muslim sangat dianjurkan, sementara gaya hidup adalah sebuah pilihan. Para sahabat menunjukkan kombinasi yang indah : lihai berdagang, keras berusaha, tak meninggalkan ibadah dan berdoa, lalu kaya, lalu hidup tak diperbudak harta. Itu zuhud yang sesungguhnya.
Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orang yang punya dunia lalu meninggalkannyadengan sadar. Orang miskin itu adalah orang yang ditinggal dunia. Kalau ada orang miskin tidak sanggup membeli makan lalu puasa Senin dan Kamis itu bukan disebut orang zuhud, melainkan memaksimalisasi kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala. Daripada tidak makan dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Upaya ini benar dan tetap berpahala, tapi bukan masuk area zuhud.
Jika kita baca sirah, Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum jadi Nabi. Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah kemiskinan atas pilihan. Bahkan Rasulullah mengatakan bahwa semua nabi-nabi itu sebagian besarnya kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib AS melainkan pasti dia berasal dari keluarga kaya dari kaumnya.
Rasulullah telah magang dalam bisnis untuk mencari penghasilan pada usia 8 tahun. Umur 12 tahun beliau sudah pulang pergi ke luar negeri ikut dalam bisnis keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya pengalaman militer. Umur 20 tahun Rasul sudah jadipengusaha, dan investornya adalah Khadijah. Waktu umur 25 tahun Rasul menikah denganinvestornya dengan mahar seratus ekor unta. Kira- kira 1 ekor unta adalah seharga Rp 20 juta, sehingga total maharnya adalah Rp 2 Milyar. Itu baru mahar, harta simpanan lainnya masih ada.
Ibnu Abid Duni menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua diperintahkan menjadi kaya dalam Islam itu.
Alasan pertama, karena harta itu tulang punggung kehidupan. Jadi hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya harta. Banyak hal baik saat ini maupun yang akan datang memerlukan persiapan. Ilmu manajemen keuangan keluarga itu baru jalan ketika kita mendapatkan penghasilan yang baik, sehingga bisa dibagi peruntukannya untuk ditabung, digunakan untuk membayar hutang, dan untuk kebutuhan harian hingga bulanan. Setelahnya baru untuk investasi. Belum lagi dana untuk kegiatan sosial, membantuk sanak saudara dan keluarga, serta lainnya.
Alasan kedua, peredaran kekayaan itu adalah indikator kesalehan atau keburukan masyarakat. Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik- baik harta itu adalah uang yang beredar diantara orang-orang shaleh”. Apabila uang itu beredar lebih banyak ditangan orang- orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu indikasi bahwa masyarakat itu sehat. Problem masyarakat negeri ini adalah karena orang-orang shalihnya sebagaian besar tak terlalu baik penguasaan hartanya, sehingga harta yang harusnya optimal untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat itu dipegang orang-orang tak amanah dan bukan berorientasi dakwah.
Alasan ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan dengan harta yang cukup. Dari 5 rukun Islam, Zakat dan Haji harus menggunakan uang. Jihad juga menggunakan uang, dan Rasul mengatakan “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga dapat pahala perang”. Menyantuni anak yatim yang sangat mulia memerlukan kekuatan harta. Menyumbang atau mendirikan pondok pesantren penghafal Quran juga perlu harta. Membiayai para pendakwah keliling ke berbagai lokasi perlu harta. Mendirikan perpustakaan di lokasi yang rendah pendidikannya perlu harta. Menyumbang korban bencana alam yang kini makin sering terjadi perlu harta. Memperbaiki penampilan diri kita pun, yang artinya mencitrakan keindahan dan kewibawaan Islam juga perlu biaya.
Wallahua'lam bissawab
*sumber : Tarikh Al-Khulafa, Imam As-Suyuthi, penerbit Hikmah
*sumber : Artikel "Kaya, Sabar, Syukurnya Abdurrahhman bin Auf" di www.salmadinar.com
*sumber : anismatta.blog.friendster.com
No comments:
Post a Comment