Change the world by words. Think anything, anywhere. Create the imagination, then Let's share the inspirations.

31 December 2011

“Buat Apa Berkerudung Kalau Kelakuan Rusak” Benarkah?

Perempuan yang baik adalah yang bagus agamanya, yang dimaksud ‘agamanya’ adalah agama dalam hati bukan dalam penampilan. Pertanyaan, “Berarti lebih bagus perempuan tidak berkerudung tapi baik kelakuannya (beragama) daripada perempuan berkerudung yang tidak beragama (tidak baik kelakuannya)? 

Jawab: “Yang lebih bagus adalah perempuan yang berkerudung dan beragama sekaligus.”

Kenapa?

Realitas memperlihatkan kepada kita bahwa perempuan berkerudung lebih banyak yang beragama ketimbang perempuan yang tidak memakai kerudung.
Jika ada perempuan tak memakai kerudung tapi beragama (berakhlaq), maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan tak berkerudung yang rata-rata kurang berakhlaq.
Begitu pula jika ada perempuan berkerudung tapi tidak/kurang beragama, maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan berkerudung yang rata-rata beragama.

Kerudung adalah setengah petunjuk kalau wanita yang memakai kerudung tersebut adalah wanita beragama, setengahnya lagi adalah hati atau perilaku kesehariannya.
Bila perilaku keseharian seorang wanita muslimah sudah bagus namun belum berkerudung, segera lengkapi dengan kerudung, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna. Begitu pula jika seorang wanita muslimah sudah berkerudung, namun akhlaq atau perilaku kesehariannya masih tidak baik, segera lengkapi dengan akhlaq yang baik, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna.

Jadi, jangan ada lagi orang yang berkata “Buat apa berkerudung kalau kelakuan seperti wanita tak beragama (tidak baik), lebih baik tidak berkerudung!!”

Pernyataan itu keliru karena beberapa alasan:
Pertama: Alasan Syar’i
Pernyataan tersebut sama dengan menyeru perempuan untuk melanggar apa yang telah Allah perintahkan kepada wanita muslimah. Di dalam Al-Quran Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab: 59)

Kedua: Alasan Logis
Dikatakan sebelumnya bahwa wanita muslimah yang baik akhlaqnya namun tak berkerudung baru setengahnya menunjukkan kalau wanita tersebut beragama, karena setengahnya lagi adalah kerudung, berarti wanita yang tidak baik kelakuannya dan tidak berkerudung, tidak setengah pun menunjukkan bahwa wanita tersebut beragama. Maka, bukankah ini lebih parah nilainya di mata agama? Oleh karena itulah pernyataan di atas tidak menjadi solusi yang tepat.

Solusi yang Tepat
Bagi wanita muslimah yang sudah berkerudung dan merasa kalau akhlaq atau perilakunya masih jauh dari akhlaq seorang wanita muslimah yang sebenarnya, tidak perlu terhasut dengan pernyataan “Buat apa pakai kerudung, kalau…. dst” lantas melepas kerudungnya karena malu.

20 December 2011

Zaman Sekarang, Masih Mau Pacaran???

Allah memberikan rizki sesuai dengan kebutuhan hambaNya dan di waktu yang menurut Allah terbaik untuk kita mendapatkannya. Jodoh adalah salah satu rizki yang Allah persiapkan untuk kita.

Allah akan memberikan jodoh pada kita di saat yang tepat. Bukan sesuai dengan keinginan kita. Seringnya kita menginginkan sesuatu hanya berdasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Allah Maha Tahu, kapan kita akan siap untuk menerima sebuah tanggung jawab besar untuk membentuk suatu peradaban kecil yang di mulai dari sebuah keluarga.

Karena menikah bukan hanya penyatuan dua insan berbeda dalam satu bahtera tanpa visi dan tujuan yang pasti, berlayar tanpa arah atau berlayar hanya menuju samudera duniawi. Menikah adalah penggenapan setengah agama karena menikah adalah sarana ibadah kepada Allah. Dalam tiap perbuatan di dalam rumah tangga dengan berdasarkan keikhlasan dan ketaqwaan maka ganjarannya adalah pahala. Tapi jika menikah hanya berdasarkan nafsu atau bahkan mengikuti perputaran kehidupan dunia, maka hasilnya pun akan sesuai dengan yang di niatkan.

Karena menikah adalah ibadah. Menikah adalah sunnah di anjurkan Rasulullah. Menimbun pahala yang terserak di dalam rumah tangga. Dan semua manusia yang normal pasti akan mendambakan suatu pernikahan. Merasakan suatu episode hidup dimana kita akan memulai segala sesuatu yang baru. Yang dahulu kita berperan sebagai seorang anak dengan berbagai kebahagiaan bermandikan kasih sayang orang tua. Maka menikah adalah suatu gerbang menuju pembelajaran menjadi orang tua kelak. Kita bukan lagi sebagai penumpang di mana mengikuti arah kehidupan yang di tentukan orang tua, melainkan kita akan menjadi driver untuk kehidupan kita sendiri kelak. Kita bisa saja mengikuti jalur yang telah di lewati orang tua, jika memang itu jalur yang tepat. Tapi jika jalur itu tak sesuai dengan arah tujuan kehidupan rumah tangga kita yaitu jalur keridhaan Allah, maka kita pun harus mencari jalur yang tepat.

Karena menikah itu adalah satu kebaikan maka seharusnya harus di mulai dengan yang baik pula. Misalnya, ketika kita ingin lulus ujian, maka kita harus belajar yang giat bukan bermalas-malasan.

Ayat Allah masih jelas tertera dalam kitabNya, bahwa pria yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula dan sebaliknya. Dan ayat itu masih sama dengan pada saat Allah turunkan beribu tahun yang lalu. Janji Allah pun tergambar melalui ayat itu dan Allah Maha Menepati janji. Lalu mengapa kita masih meragukan janji Allah itu??

Masih haruskah berpacaran??

Mengenal lawan jenis dengan dalih untuk mengenal pribadi masing-masing. Padahal kenyataannya, hanya sedikit kejujuran yang di tampakkan pada saat pacaran. Rasa takut yang besar untuk di tinggal pasangannya atau hendak mengambil hati pasangannya membuat mereka menyembunyikan keburukan yang terdapat dalam dirinya. Sudah menjadi rahasia umum, jika usia pacaran yang lama tak menjamin bahwa itu menjadi suatu jalan untuk memuluskan hubungan menuju jenjang pernikahan. Sudah tak menjamin adanya pernikahan setelah sekian lama menjalin masa pacaran, juga banyak di bumbui pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah. Maksiat yang terasa nikmat.

Zaman sekarang, berpacaran sudah selayaknya menjadi pasangan suami istri. Si pria seolah menjadi hak milik wanita dan si wanita kepunyaan pribadi si pria. Mereka pun bebas melakukan apapun sesuai keinginan mereka. Yang terparah adalah sudah hilangnya rasa malu ketika melakukan hubungan suami istri dengan sang pacar yang notabene bukan mahram. Padahal pengesahan hubungan berpacaran hanya berupa ucapan yang biasa di sebut “nembak”, misalnya “I Love You, maukah kau menjadi pacarku?” dan di terima dengan ucapan “I Love You too, aku mau jadi pacarmu”. Atau sejenisnya. Hanya itu. Tanpa adanya perjanjian yang kuat (mitsaqan ghaliza) antara seorang hamba dengan Sang Pencipta. Tanpa adanya akad yang menghalalkan hubungan tersebut. Hubungan pacaran tak ada pertanggungjawaban kecuali pelanggaran terhadap aturan Allah. Karena tak ada yang namanya pacaran islami, pacaran sehat atau apalah namanya untuk melegalkan hubungan tersebut.

Rumus Cinta Wanita Karir


Tulisan ini saya peruntukkan bagi para wanita karir baik yang belum menikah, akan menikah ataupun sudah menikah dan mempunyai anak, dengan maksud tidak menggurui, hanya ingin sedikit berbagi pengalaman ataupun berbagi informasi dari kejadian di sekitar saya.

Bermacam-macam posisi wanita pekerja (wanita karir) di berbagai tempat baik dari tingkatan terendah sampai tertinggi pasti memiliki cara pandang tersendiri tentang cinta. Ada yang mengartikan cinta itu indah seperti sebuah taman penuh dengan bunga berwarna-warni, teduhnya pepohonan serta menghadap sebuah danau dengan air yang jernih atau bahkan ada gemericik air mancur, di dalamnya ada ikan yang hilir mudik berkejaran dengan riang gembira, ditambah sejuknya udara, rasanya kita ingin berlama-lama menghabiskan waktu di sana. Sebaliknya, ada yang mengartikan cinta itu kejam, di saat kita merasa disakiti oleh orang yang kita cintai atau kita tidak mendapat balasan atas rasa cinta kita terhadap seseorang atau sesuatu yang menurut kita berarti.

Cinta tertinggi tentunya hanya kita peruntukkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat dari-Nya yang selalu tercurah untuk kita, dengan keindahan cinta kepada-Nya membuat kita menjalani hidup ini dengan bahagia karena seberat apapun beban yang menghimpit, jika kita dekat kepada-Nya, Insya Allah semua akan terasa ringan.

Kaitannya cinta dengan wanita karir, menurut saya, jabatan tertinggi untuk seorang wanita karir bukanlah sebagai direktur atau komisaris tetapi sebagai seorang istri dan seorang ibu di mana jabatan tersebut tak dapat dibayar dengan nominal tertentu karena memang sangat mulia dan tak ternilai harganya, di posisi istri atau menjadi seorang ibu banyak ladang amal yang menghasilkan pahala-pahala yang nilainya tak sebanding dengan rupiah.

Di saat seorang wanita karir harus memilih antara cinta atau karir, dia dihadapi oleh 1001 macam alasan yang datang, baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungan sekitarnya. Namun tidak sedikit wanita karir yang idealis dengan karirnya dan mengesampingkan cinta bahkan kehidupan pribadinya, baginya karir adalah prioritas utama dari segala hal.

Di saat cinta datang menawarkan untuk bersama-sama melaksanakan sunnah Rasulullah SAW memenuhi separuh dari agama, hanya sedikit wanita yang langsung merespon tawaran itu. Jawaban klasik yang sering terlontar adalah “belum siap”, entah dilihat dari sisi usia, kondisi keuangan, kondisi keluarga, kondisi pekerjaan atau kondisi hatinya yang merasa belum mampu untuk menghadapi segala macam problematika dalam rumah tangga.

Saudariku,

07 December 2011

Godaan Iblis Melalui Sajadah

Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum’at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.

Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. “ Hai, Blis! “ , panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : “ Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini! “ , jawab Iblis ketus.

“ Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci, Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti! “ , Kiai mencoba mengusir.
“ Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru “ . Kiai tercenung.
“ Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu “ .
“ Dengan apa? “
“ Dengan sajadah! “
“ Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis? “
“ Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar! “
“ Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis? “
“ Bukan itu saja Kiai… “
“ Lalu? “
“ Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar “
“ Untuk apa? “
“ Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah “ .

Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil.

Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.

Keduanya masih melakukan sholat sunnah.

“ Nah, lihat itu Kiai! “ , Iblis memulai dialog lagi.
“ Yang mana? “
“ Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka “ .

Iblis lenyap. Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf.

Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa. Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat.

Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.

Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.

Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain. “ Astaghfirullahal adziiiim “ , ujar sang Kiai pelan.

-------------

02 December 2011

Antara Hujan dan Hajatan

Adalah para pengusaha sewa tenda, sound system, peñata rias dan juga pengusaha hiburan yang ikut mendapat berkah dari banyaknya orang yang mengadakan hajatan di bulan Dzulhijjah. Hampir sepanjang bulan jasa mereka selalu dipakai dalam berbagai acara hajatan, hingga terkadang ada beberapa permintaan yang tak mereka terima karena waktunya yang bersamaan. Selain para penyedia jasa tersebut, ada sebuah tim kepanitiaan yang berperan penting dalam sukses tidaknya sebuah hajatan. Shohibul hajat biasanya menyerahkan sepenuhnya kepada panitia hajatan yang sudah dibentuknya jauh-jauh hari. Di luar semua itu, ada juga yang tidak tercantum dalam daftar kepanitiaan namun keberadaannya dianggap penting oleh sohibul hajat maupun panitia hajat itu sendiri. Dialah ‘pawang hujan’. Keberadaan pawang hujan bagi beberapa orang yang hendak menyelenggarakan hajatan dirasa penting mengingat bulan Dzulhijjah tahun ini bertepatan dengan datangnya musim hujan.

“Apa tuan rumah tidak minta bantuan sama Ki xxx agar tidak turun hujan sepanjang hari ini?” tanya seorang laki-laki separuh baya yang berdiri di samping kananku kepada salah satu anggota panitia hajatan, saat kami berteduh di teras rumah tetangga sohibul hajat. Sore itu hujan turun dengan derasnya, malah disertai kilat dan petir yang menggelegar. Tenda mewah warna putih dan merah memang mampu menghalangi air hujan bagi para tamu undangan, namun tak mampu mengatasi air yang menggenang di bawahnya. Aku dan beberapa tamu yang datang sore itu terpaksa harus berdiri berdesakan di teras salah satu rumah kerabat shohibul hajat.

Kembali pada pertanyaan lelaki separuh baya tadi, sepertinya dia menyebut nama seseorang yang sudah dikenal luas sebagai pawang hujan. Aku berharap, panitia berseragam batik lengan panjang di sebelahnya menjawab dengan tegas bahwa hajatan yang digelar hari itu tanpa campur tangan segala macam pawang. Namun, aku harus kecewa karena sepertinya pihak panitia menggunakan jasa orang yang dimaksudkan tadi.

“Sudah Pak, kami sudah meminta bantuan pada beliau. Shohibul hajat juga sudah dikasih tahu agar tidak mandi sepanjang hari ini, dan (maaf) pakaian dalam shohibul hajat juga sudah dibuang ke atap rumah, tapi kok tetap hujan juga ya?” jawab anggota panitia itu memupuskan harapanku.

01 December 2011

Komunikasi Efektif Suami Istri

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dijumpai pasangan suami istri yang terjebak dalam konflik berkepanjangan, hanya karena sebab yang sepele dan remeh. Mereka tidak mampu mengungkapkan keinginan dan perasaan secara lancar kepada pasangannya, yang berdampak muncul salah paham dan memicu emosi serta kemarahan pasangan. Ini menunjukkan adanya komunikasi yang tidak lancar, sehingga berpotensi merusak suasana hubungan antara suami dengan istri.

Ternyata, komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan keharmonisan kehidupan rumah tangga. Gagal berkomunikasi bisa mengancam keutuhan sebuah keluarga, bahkan sampai ke tingkat perceraian. Sebenarnya apakah maksud komunikasi, dan bagaimana agar bisa berkomunikasi secara efektif kepada pasangan?

Makna Komunikasi

Komunikasi adalah aktivitas menyampaikan apa yang ada dalam pikiran, konsep yang kita miliki dan keinginan atau perasaan yang ingin kita sampaikan pada orang lain. Komunikasi juga bermakna sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh apa yang kita inginkan. (B S Wibowo, 2002).

Yang dimaksud dengan komunikasi efektif adalah sebuah bentuk komunikasi dimana pesan yang disampaikan berhasil mencapai sasaran dengan feedback (respon) yang sesuai dengan tujuan. Jika suami menghendaki “Aku ingin dibuatkan teh panas manis”, maka istri mengerti persis setingkat apa panasnya dan seperti apa tingkat kemanisannya. Jika istri membuatkan kopi pahit, maka jelas ini bentuk komunikasi yang terdistorsi secara berlebihan.
Jika istri menghendaki, “Aku ingin engkau perhatikan”, maka suami mengerti persis bentuk perhatian seperti apa yang diinginkan istri dan menyenangkan hati istri. Jika suami justru pergi meninggalkan rumah dengan marah, ini menandakan proses komunikasi yang terlalu jauh menyimpang.

Pondasi Utama

Jauh sebelum berpikir tentang upaya membangun komunikasi efektif, hal yang pertama kali harus dimiliki adalah menciptakan visi keluarga yang jelas. Suami dan istri harus memiliki cita-cita besar (vision) yang terang benderang, dan menjadi sebuah ikatan moral yang kokoh untuk diwujudkan dalam kehidupan. Visi inilah yang akan menuntun arah perjalanan kehidupan keluarga agar tidak menyimpang dan tidak berbalik arah.

Visi keluarga adalah surga. Ingin mendapatkan kebahagiaan kehidupan di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Mendapatkan surga dunia dalam rumah tangga, dan mendapatkan surga akhirat di taman keabadian yang dijanjikan-Nya. Inilah visi yang sangat kokoh, yang mengikat kehidupan keluarga menuju kepada muara yang sangat jelas dan indah.

Dengan visi ini, suami dan istri akan selalu berusaha membahagiakan pasangannya. Selalu berusaha untuk menciptakan keluarga yang bahagia, dan bersama masuk surga.

10 Prinsip Komunikasi Efektif

Ada banyak orang berkomunikasi, namun tidak mendapatkan tanggapan seperti yang diharapkan. Ternyata pesan tidak sampai kepada pasangan, atau pesan sampai kepada pasangan tetapi dengan terdistorsi. Dampaknya komunikasi tidak pernah nyambung dan masing-masing merasa tidak nyaman dalam berkomunikasi. Hal ini akan mengakibatkan kemalasan dalam komunikasi dan memilih pasif.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...