Tulisan ini saya peruntukkan bagi para wanita karir baik yang belum menikah, akan menikah ataupun sudah menikah dan mempunyai anak, dengan maksud tidak menggurui, hanya ingin sedikit berbagi pengalaman ataupun berbagi informasi dari kejadian di sekitar saya.
Bermacam-macam posisi wanita pekerja (wanita karir) di berbagai tempat baik dari tingkatan terendah sampai tertinggi pasti memiliki cara pandang tersendiri tentang cinta. Ada yang mengartikan cinta itu indah seperti sebuah taman penuh dengan bunga berwarna-warni, teduhnya pepohonan serta menghadap sebuah danau dengan air yang jernih atau bahkan ada gemericik air mancur, di dalamnya ada ikan yang hilir mudik berkejaran dengan riang gembira, ditambah sejuknya udara, rasanya kita ingin berlama-lama menghabiskan waktu di sana. Sebaliknya, ada yang mengartikan cinta itu kejam, di saat kita merasa disakiti oleh orang yang kita cintai atau kita tidak mendapat balasan atas rasa cinta kita terhadap seseorang atau sesuatu yang menurut kita berarti.
Cinta tertinggi tentunya hanya kita peruntukkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat dari-Nya yang selalu tercurah untuk kita, dengan keindahan cinta kepada-Nya membuat kita menjalani hidup ini dengan bahagia karena seberat apapun beban yang menghimpit, jika kita dekat kepada-Nya, Insya Allah semua akan terasa ringan.
Kaitannya cinta dengan wanita karir, menurut saya, jabatan tertinggi untuk seorang wanita karir bukanlah sebagai direktur atau komisaris tetapi sebagai seorang istri dan seorang ibu di mana jabatan tersebut tak dapat dibayar dengan nominal tertentu karena memang sangat mulia dan tak ternilai harganya, di posisi istri atau menjadi seorang ibu banyak ladang amal yang menghasilkan pahala-pahala yang nilainya tak sebanding dengan rupiah.
Di saat seorang wanita karir harus memilih antara cinta atau karir, dia dihadapi oleh 1001 macam alasan yang datang, baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungan sekitarnya. Namun tidak sedikit wanita karir yang idealis dengan karirnya dan mengesampingkan cinta bahkan kehidupan pribadinya, baginya karir adalah prioritas utama dari segala hal.
Di saat cinta datang menawarkan untuk bersama-sama melaksanakan sunnah Rasulullah SAW memenuhi separuh dari agama, hanya sedikit wanita yang langsung merespon tawaran itu. Jawaban klasik yang sering terlontar adalah “belum siap”, entah dilihat dari sisi usia, kondisi keuangan, kondisi keluarga, kondisi pekerjaan atau kondisi hatinya yang merasa belum mampu untuk menghadapi segala macam problematika dalam rumah tangga.
Saudariku,
Dalam kehidupan ini kita dihadapkan dengan berbagai macam pilihan yang mau tidak mau atau suka tidak suka menuntut kita harus menentukan pilihan, jangan sampai kita tidak memilih karena terlalu takut memikirkan permasalahan yang belum tentu terjadi atau kita merasa tak mampu menghadapinya jika permasalahan itu datang. Berbekal cinta kita kepada Allah SWT harusnya membuat kita mantap untuk bisa memilih.
Di saat saya memutuskan untuk menikah 9 tahun yang lalu di usia 21 tahun, banyak yang beranggapan usia saya terlalu muda. Jika saat itu saya berfikir belum siap, dari segi usia, kondisi keuangan dan belum memiliki rumah sendiri untuk ditempati setelah menikah, dan lain sebagainya, entah kapan pernikahan saya akan terealisasi. Saat itu saya menyerahkan semua kegalauan hati saya kepada-Nya, dalam pandangan-Nya semua yang mustahil bagi manusia akan menjadi mungkin terjadi, karena Allah SWT Maha Segalanya.
Selama mengarungi bahtera rumah tangga bersama suami tercinta, sudah pasti ada rasa suka maupun duka serta masalah yang mengikuti di setiap langkah cinta kami. Dengan kondisi sama-sama bekerja, terkadang perselisihan datang dikarenakan hal sepele, mungkin karena kita sudah sama-sama lelah, ada masalah di kantor, ada masalah di keluarga besar yang belum terungkapkan, ada masalah terkait anak-anak atau hanya karena miskomunikasi. Setiap permasalahan kecil yang tidak segera diselesaikan suatu saat akan menjadi gunung berapi yang siap meletus kapan saja. Hal-hal seperti itulah yang mungkin ditakutkan oleh wanita karir, mereka lebih suka menghabiskan waktu di kantor, bahkan pulang hingga larut untuk “sesuatu” yang mereka cintai dan tidak mau direpotkan oleh kesibukan mengurus suami, mengurus rumah tangga bahkan mengurus anak-anak, terkadang ada wanita karir yang takut kecantikannya berkurang setelah menikah dan melahirkan, bahkan yang lebih menyedihkan sampai memutuskan untuk tidak menikah.
Saudariku,
Mari kita menata kembali hati kita untuk meluruskan niat kita dalam berumah tangga semata-mata untuk mengharap Ridha Allah SWT, Insya Allah semua permasalahan yang kita hadapi diberi jalan keluar oleh-Nya. Sebagai seorang wanita pekerja (wanita karir) yang sudah memutuskan untuk berumah tangga dan menginginkan semua berjalan seimbang, ada baiknya kita mencoba rumus sbb:
Karir + Komunikasi + Konsistensi = Cinta
Perlu kita ingat kembali bahwa waktu yang diberikan oleh Allah SWT bisa kita pergunakan seefektif dan seefisien mungkin jika hak dari masing-masing bagian sudah kita penuhi. Dalam waktu kita ada hak untuk Allah SWT, ada hak untuk keluarga, ada hak untuk bermuamalah dan ada hak tubuh kita untuk istirahat. Sebagai wanita karir diusahakan fokus pada tempat dimana kita berada, saat di rumah jangan terlalu memikirkan kantor begitu juga sebaliknya, kita upayakan tetap menjalin komunikasi dengan suami ataupun orang-orang di rumah yang menjaga anak-anak kita, Insya Allah jika itu semua dijalani dengan konsisten maka kita akan meraih cinta dari Allah SWT, dari Suami & anak-anak, dari keluarga, dari teman dan dari orang-orang di sekitar kita.
-----------------
Sumber: dakwatuna.com
No comments:
Post a Comment