Change the world by words. Think anything, anywhere. Create the imagination, then Let's share the inspirations.

26 April 2012

Tangan-Tangan Malaikat Dunia…

Orang-orang miskin di jalan
Yang tinggal di dalam selokan
Yang kalah di dalam pergaulan
Yang di ledek oleh impian
Janganlah mereka ditinggalkan
(Sajak Orang-orang Miskin, WS Rendra)


Indah sekali sajak ini. Ketulusan hati terjewantahkan dalam ukiran tinta. Sederhana memang, tapi coba membacanya dengan hati. Karena mata kita sudah terlalu lama menikmati kemegahan materi. Sehingga sulit meratapi kepedihan kaum papa.

Sebait sajak Rendra itu ditulisnya pada 4 Februari 1978 di kota pelajar, Yogyakarta. Masa yang kala itu penuh tekanan politik penguasa Negara. Jangankan mengkritik, menyebut kata perubahan, demokrasi, atau hal lain yang berbau melawan program dan kepentingan pemerintah, maka dipastikan baju-baju loreng akan menelannya. Tapi lagi-lagi, letupan-letupan onggokan syaraf kepala menganggap hal itu sebagai hal kecil, meski anggapan ini salah. Dan ketika mulut dibungkam martir, tinta hitam tetap mengguratkan ukiran indah. Ukiran pemberontakan yang menggugah nurani. Hingga akhir zaman nanti.

Ini hanya sebuah refleksi kondisi negeri ini. Kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran, masih hinggap dan tak pernah lepas hingga kini. Walau teriakan perubahan, kesejahteraan, dan kemakmuran terus bergemuruh. Tetap saja Indonesia menjadi negeri miskin, tanah subur para koruptor. Ladang menggiurkan orang-orang culas.

Limpahan emas pemilik harta, taburan mobil mewah dijalan nan megah, pasar-pasar bercahaya mutiara dan kamar-kamar penginapan berharga dolar, bukan jaminan Indonesia kaya. Faktanya, di bawah aspal dan beton jalan raya, di selokan pabrik berasap uang, dan di pintu wahana perbelanjaan yang berlantai emas, penuh dengan tangan-tangan dekil keriput, dihiasi tangisan bayi yang perutnya tengah meraung dan si Kakek yang meringkuk lemah berbalut kulit selapis ari. Inikah gambaran negeri yang kayu dan batu bisa menjadi tumbuhan. Si kaya semakin hidup bergelimang. Sedangkan kaum dhuafa tetap bergelut dengan kelaparan dan ketertinggalan. Inikah negeri yang lautnya diibaratkan mutiara dan tanahnya berlimpah anugerah Tuhan. Inikah?

20 March 2012

Cerita Si Kabayan

Di suatu hari, Si Kabayan ditanya oleh Abahnya Iteung, “Kabayan, apa yang kamu suka dalam kehidupan ini?” lalu Kabayan menjawab, “Aya atuh Abah, yang saya suka dalam hidup ini apabila saya menemukan sebuah tanjakan. Itu yang saya suka mah Abah.”

Abah pun kembali melanjutkan pertanyaannya, “Kenapa kamu suka tanjakan, Kabayan? bukannya tanjakan itu sulit dan berat untuk dihadapi? Masih ada hal yang lebih menarik dan lebih indah dalam hidup ini?”

Lalu Kabayan pun menjawab, “eh, Abah.. bukannya setelah tanjakan itu ada turunan?”

“nah, turunan itu yang sebetulnya yang saya sukai, Abah. Sebab, turunan itu datangnya setelah tanjakan. Tidak ada turunan sebelum adanya sebuah tanjakan.” Lanjut Kabayan.

Hikmahnya, kita harus bergembira sekiranya mendapatkan kesulitan/ujian dari Allah swt. Karena setelah itu Allah akan memberikan kemudahan di antara kesulitan-kesulitan yang datang menghampiri. Seraya Allah berfirman, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. An-Nasyr [94]: 5-8).

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...