Saya akan memulai tulisan ini dengan beberapa firman dari Allah dan petuah kekasihNya, Rasulullah SAW
“…maka berlomba-lombalah kamu dalam hal kebaikan…” (QS Al-Baqarah 148)
“…sungguh yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling tinggi ketaqwaannya…” (QS Al-Hujurat 13)
“…sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain.”(HR Bukhari)
Kawan, tiga buah hujjah di atas sedang berbicara pada kita tentang satu hal, prestasi. Prestasi adalah suatu hal yang sangat penting, sehingga dia menjadi pantas diserukan dalam Al-Qur’an dan hadits Rasul. Berprestasi sebenarnya menjadi tuntutan bagi setiap muslim, karena harga seorang muslim di hadapan Allah nantinya ditentukan oleh prestasi taqwa yang dia ukir selama hidup di dunia. Allah dan Rasul memberikan sebuah pattern bahwa yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah adalah yang paling tinggi prestasi taqwa-nya.
Tapi sadar kita atau tidak, ada saudara kembar yang selalu hadir bersama prestasi, yaitu prestise, kebanggaan. Prestasi dan prestise adalah dua hal yang mungkin akan selalu hadir bersama. Ketidakbijakan kita untuk menempatkan mereka dengan baik bisa berujung petaka bagi kita, kalau tidak akan di dunia, mungkin petaka di akhirat. Yang harus kita sadari adalah bahwa prestise hanyalah merupakan konsekuensi logis ketika prestasi luar biasa telah terukir. Prestise seharusnya bukanlah sesuatu yang menjadi alasan dan membuat kita mau bergerak.